Thursday, December 29, 2016

Bersabarlah, Gone!

Dua hari jelang keberangkatan saya untuk sebuah perjalanan menemukan kembali diri saya. Saya sebut begitu, karena sudah sejak lama saya merasa ada bagian-bagian yang hilang dari diri saya. Sudah sejak lama saya merasa bahwa ini bukan Gone yang sesungguhnya yang sedang menjalani kehidupan. Maka, saya membutuhkan waktu luang yang amat cukup agar saya punya kesempatan menemukan lagi diri saya yang entah tercecer di mana.


Dua hari jelang keberangkatan dan Ibu tiba-tiba membombardir saya dengan beragam pertanyaan:
Kamu jadi ke Semarang? Jadi
Berangkat kapan? Dua hari lagi, tapi aku ke Jogja dulu
Berapa lama kamu di sana? Sekitar 8 - 9 hari di Semarang
Lalu, setelah itu ke mana? Ya, kembali ke Jogja
Berapa biaya yang kamu butuhkan untuk 9 hari di Semarang? Kurang lebih xxx
Memangnya kamu punya uang? Ada
Nanti di Jogja berapa lama? Belum tahu. Sekalian mau datang ke acara teman tanggal 15 Januari
Pulang ke Jakarta kapan? Ya, tunggu setelah tanggal 15 Januari
Sudah beli tiket pulang? Belum
Terus kapan beli tiket pulang? Ya tunggu ada rejekinya lagi
Kamu di Jogja lama banget, biaya hidupnya gimana? Gampanglah, pasti nanti ada rejekinya
Tinggal di mana? Gampanglah, bisa di tempat Vic
Kamu nih ngerepotin Vic terus deh.
Ibu nggak bisa ngongkosin kamu, ga bisa ngirimin kamu uang kalau nanti kamu kehabisan uang.
Blablablablabla
Blablablabla
Blablabla
Blabla
Blah!


Saya bisa menangkap kekhawatiran dalam setiap pertanyaan Ibu. Ya, ibu mana sih yang tidak khawatir melihat anaknya akan pergi ke kota lain hanya dengan bekal yang amat sedikit, dengan uang tabungan yang kian menipis. Ibu mana yang tidak sedih melihat anaknya sekarang bekerja serabutan - menjadi penulis lepasan, terima proyek menulis apa pun, yang terkadang pembayarannya pun tersendat.


Sekuat tenaga, saya menahan airmata agar tidak jatuh di depan Ibu. Gengsi!


Di tengah perjuangan mencegah airmata saya menetes, saya teringat percakapan saya dengan Romo Mario beberapa hari yang lalu.
"Orang tuamu pasti memiliki banyak harapan padamu, meski hal itu tidak mereka katakan. Cara mereka mengungkapkannya mungkin dengan ngomel, dengan nyuruh-nyuruh kamu segera cari kerja, dengan menyodorkan berbagai macam iklan lowongan pekerjaan, dengan macam-macam. Tak jarang kamu merasa kesal dan terjadilah konflik dengan mereka. Maka, sekarang mulailah mendoakan orang tuamu, mohon rahmat dari Tuhan agar orang tuamu mau bersabar menghadapimu yang sedang dalam kondisi ini, dan tetap menerima apa pun keadaanmu saat ini."


Kondisi apa? Ya, kondisi jobless, jomblo, dan ngenes. Nyahahahaha. Kondisi yang membuat orang mungkin jadi kasian, yang membuat orang tua saya jadi gemas, yang membuat saya pun terkadang jadi sedih dan minder.


Tapi, highlight dari percakapan saya dengan romo tersebut adalah pada bagian ini:
"Lebih terutama lagi, kamu juga perlu mohon rahmat untukmu sendiri. Rahmat kesabaran untuk menerima dirimu, kesabaran untuk memahami bahwa saat ini kamu sedang di persimpangan."


AH! Ini yang ternyata saya lupakan. Rasa sedih dan minder tadi muncul karena ketidaksabaran saya dalam proses menemukan diri saya, karena ketidaksabaran saya saat berdiri di persimpangan, bawaannya ingin cepat-cepat memilih jalan mana yang segera membawa saya menemukan diri saya lagi.


Maka, saya mau bilang ke diri saya sendiri: hey, Gone! Bersabarlah sebentar. Nikmati saja perjalananmu menemukan bagian dirimu. Kalau memang harus menunggu agak lama di persimpangan, sabar saja dan keluarkan kecrekan siapa tahu dapet banyak recehan



foto diambil tanggal 31 Desember 2013

0 kicauan:

 

(c)2009 racauan si tukang cerita. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger