Friday, September 17, 2010

tentang mengampuni


2 bulan lalu saya marah. saya terluka. saya sedih. saya kecewa. saya dibohongi. saya dikhianati. saya yang paling menderita atas sebuah kejadian yang menimpa saya.

seminggu pertama setelah kejadian itu saya hanya bisa menangis. mengapa kalian berdua tega melakukan itu terhadap saya??

minggu berikutnya saya memulai novena. permintaan saya sederhana: mohon agar diberi kesabaran dan ketabahan hati untuk mau mengampuni. namun di minggu itu juga, rasa sedih berubah menjadi marah. saya tidak mau lagi berhubungan dengan mereka yang telah menyakiti saya.

minggu-minggu berikutnya novena tetap berjalan. namun kemarahan pun tidak seketika itu sirna. setiap kali mengingat semua kejadian itu rasa pahit di hati merayap hingga bibir. saya mulai malas makan dan mual.

saya juga mulai membaca buku-buku yang bisa membantu saya melepaskan kemarahan. saya membaca buku Ajahn Brahm yang berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. dalam buku itu dikatakan bahwa amarah ibarat monster yang akan semakin besar jika diberi makanan berupa: kebencian, kata-kata kasar, pikiran buruk, maupun kemarahan itu sendiri. Sebaliknya jika diberi makanan berupa kebaikan hati dan kelembutan maka si monster amarah akan mengecil dan menghilang.

namun saya mengartikan kata-kata Ajahn Brahm dengan cara berbeda. saya memberi makan si monster amarah dengan makanan yang baik: sushi, burger, seafood, es krim, cokelat, dan berbagai makanan lainnya yang saya sukai. tentu saja si monster amarah tetap tumbuh subur di hati dan ditambah pula saya yang semakin 'subur' karena menyantap berbagai makanan enak itu.

selain buku Ajahn Brahm, saya juga membaca komik Buddha karya Osamu Tezuka. cara hidup Buddha benar-benar luar biasa. tetapi tetap saja, rasa marah itu belum hilang sepenuhnya dari hati saya.

saya seringkali bertanya pada sahabat-sahabat saya: pantaskah saya marah kepada orang-orang yang telah menyakiti hati saya?

jawaban-jawaban mereka berbeda-beda. ada yang bilang bahwa saya berhak marah supaya saya tidak lagi diinjak-injak perasaannya oleh mereka yang menyakiti saya. namun sahabat yang lain bilang bahwa saya harus belajar memaafkan mereka. dan tidur malam saya tidak lagi nyenyak karena pertanyaan itu terus berulang di kepala.


saya semakin bimbang.


dalam beberapa misa mingguan, saya sering mendengar khotbah mengenai memaafkan, mengampuni, dan sebagainya. harusnya saya menyadarinya sebagai suara Tuhan yang menyapa saya supaya saya mau memaafkan. tetapi lagi-lagi suara Tuhan pun kalah oleh perasaan marah, sedih, sakit hati, kecewa.

kadang ketika sedang browsing internet saya secara tidak sengaja menemukan artikel mengenai memaafkan. saya sering meluangkan waktu untuk membaca artikel-artikel tersebut. satu hal yang paling saya ingat adalah bahwa paling sulit untuk memaafkan diri sendiri. rasanya saya mungkin perlu berdamai dengan diri saya sendiri sebelum akhirnya bisa memaafkan mereka yang telah menyakiti saya. saya ingat Buddha pernah berkata bahwa bukan cuma kamu yang paling menderita sebenarnya, karena mereka yang telah menyakitimu juga merasakan penderitaan. dan ini cara saya berdamai dengan diri sendiri. saya terus menerus mengingat bahwa bukan cuma saya yang menderita dengan kejadian ini. mereka yang melukai saya juga menderita karena saya memutuskan hubungan dengan mereka. para sahabat saya juga ikut menderita melihat saya menangis dan marah terus-terusan. murid-murid saya juga menderita melihat gurunya tidak ceria.

suatu hari seorang teman men-tag saya dalam sebuah note facebooknya. bagian yang membuat saya merasa tertampar adalah: ketika Anda memaafkan, maafkanlah dengan iman, bukan dengan perasaan Anda. saya merenungkan kalimat ini berkali-kali. saya mengingat kembali perjalanan novena saya(yang ketika itu sudah minggu ke 8, sudah hampir berakhir). saya mengingat juga apa yang saya minta dalam novena itu: kesabaran dan ketabahan hati untuk memaafkan.

jika saya percaya bahwa dengan novena maka doa saya dikabulkan, berarti saya memiliki iman. namun selama ini saya terus menerus dipenuhi rasa marah. saya tidak pernah benar-benar memaafkan mereka dengan iman. malam itu saya terus merenung dan akhirnya memutuskan untuk mendoakan mereka yang telah menyakiti saya. saya telah mengampuni mereka karena Tuhan juga mengampuni kesalahan-kesalahan saya.



malam itu saya tidur dengan nyenyak. dan di pagi hari saya dapat tersenyum. rasanya beban sudah terangkat. langkah saya terasa lebih ringan. saya pun menulis status di facebook: sudah kumaafkan :) :) :)

saya tidak lagi menyimpan kemarahan. kemarahan akan terus menggerogoti kesehatanmu. serta hidupmu yang berharga.

seperti kata Ajahn Brahm
Don't carry the burden of anger throughout your precious life. Let anger go, and be free.




 

(c)2009 racauan si tukang cerita. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger