Tuhan, malam ini aku berdoa secara khusus untuk temanteman maGis yang sedang bergulat membuat pilihan. Aku tahu harusnya aku tidak meminta agar mereka memilih untuk ikut. Aku tahu harusnya live in bukanlah tujuan akhir dari maGis melainkan hanya sarana untuk mengenalMu lebih dekat, mencintaiMu lebih dalam. Namun aku tidak dapat menutupi kesedihanku manakala mendengar kebimbangan temantemanku ketika memilih, dan juga kekecewaanku sebagai panitia yang telah mempersiapkan semuanya. Semoga roh kudusMu turun atas mereka. Semoga mereka bisa lepas bebas. Semoga mereka bisa menimbang dengan bijak. Semoga hanya kehendakMu sajalah yang benarbenar terlaksana. Amin
Malam itu setelah berdoa, saya tidak bisa memejamkan mata. Saya benarbenar kepikiran dengan mereka yang masih terus bimbang dan tidak dapat memutuskan. Saya mengirimkan sms kepada salah satu dari mereka. Namanya Meltari. Begini isi smsnya:
Aku tau pas tadi Moncil telpon kamu kan emang kami pas lagi rapat. Mel, inget yang diajarin di maGis tentang discernment. Kamu timbang sendiri, mana yang sarana, mana yang tujuan. Sekiranya itu memberatkan, ya silakan lepaskan. Lepas bebas, Mel. Masih ingat kan?Kami menghargai keputusanmu. Dan kami menghargai karena kamu sudah berani bikin keputusan yang kamu rasa tepat untukmu. Daripada kamu ikut live in dalam kondisi nggak fokus. Inget juga bahwa bukan cuma badan kamu, kehadiranmu secara fisik yang dibutuhkan di tempat live in, tapi kami berharap kamu sungguh2 menyadari keberadaanmu di tempat live in nanti, di sana dan pada saat itu.Dan kurasa kalo memang itu semua memberatkanmu, ya sudah ditinggalkan.Maaf ya Mel kalo kesannya menggurui. Semangat, sayang
Ternyata sms tadi diforward kepada teman lain - Angel - yang kebetulan menghadapi kebimbangan yang sama. Mereka berdua berterima kasih dan mengatakan akan merenungi semuanya malam itu. Setidaknya saya bisa sedikit lega.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Senin, 27 Juli 2011
Jam makan siang
Moncil: emang sepertinya nggak mungkin ya kalo mereka mau ijin satu hari untuk ke kantorSaya: iya ncil, kita harus tegas. Kalau mau ya ayo, kalo setengahsetengah ya mending nggak usah sama sekali. Aku sih udah bilang ke Meltari bahwa dia harus bisa menimbang mana yang tujuan, mana yang sarana. Live in kan cuma sarana ya Ncil.Moncil: iya bener. tapi gimana ya, gue ngerasa sedih aja, kok kesannya gue menghalanghalangi orang yang niat mau live in. Kok kesannya gue mempersulit mereka. Padahal mereka udah niat banget mau live in, eh gue ga bolehin garagara ijin satu hari ituSaya: tapi Ncil, kalo Meltari atau Angel ga ikut live in, mereka tetep anak maGis, mereka tetep temen gue. gue tetep sayang sama mereka. justru di situ letak maGis nya, ketika mereka bisa menantang diri mereka sendiri untuk membedakan mana yang sarana mana yang tujuan. Kan live in cuma sarana. Biar mereka bisa belajar lepas bebas juga. Kalo live in terasa memberatkan ya dilepaskan. Toh kita pengennya mereka kan fokus ketika live in. ga mikirin kerjaan atau halhal lain.Moncil: iya cowok gue juga bilang gitu. yang namanya anak maGis ya ga bisa setengahsetengah, harus militan. kalo iya, ya yang total. kalo setengahsetangah mending ga usah sama sekali. kata cowok gue, kalo gue kasih excuse ke mereka, mending kita gausah pake nama maGis sekalian. tapi devosi kepada Santo Ignatius.Saya: hahahaha, bener juga. dituntut jadi anak maGis yang militan. (hening, merenung)Moncil: ..... (ikutan merenung)Saya: ayo Ncil, semangat! udah H min 1. kita bawa mereka dalam doa ya.Moncil: iya Gone, dari semalem aku juga doain mereka. Trims ya Gone udah coba bantu jelasin ke Meltari dan Angel.Saya: samasama Ncil. maGis militan! hahahahahaha
Setelah pembicaraan itu, kami berpisah. Saya kembali ke tempat les, dan Moncil kembali ke kantor. Saya mencoba merenungi semua pembicaraan tadi. Menjadi maGis yang militan. Kok kesannya mengerikan ya? Tapi mungkin itu yang dicari. Saya berjalan gontai menuju gedung Sentra Mulia (tempat saya les) sambil terus berdoa dalam hati, mendoakan temanteman yang masih dalam kebimbangan. Berulangulang saya mengucapkan: biarlah hanya kehendakMu saja yang terlaksana ya Tuhan. Aku hanya bisa berserah.
Tepat ketika kaki saya melangkah memasuki gedung Sentra Mulia, sebuah pesan singkat masuk. Dari Angel.
Gue bisa ga masuk kerja Gon, tapi mesti ada alesannya. Gue mau bilang sakit dan mau kasih surat dokter. Ada yang bisa kasih solusi?
Sambil lompatlompat kegirangan, sms tadi saya teruskan ke Moncil. Saya ga berhenti tersenyum membacanya. Bahkan saya menulis di twitter: Moncil, kayaknya Tuhan Yesus suka masak indomie deh. Doa kita aja dijawabnya instan kayak masak mi yang 3 menit udah mateng.
Dan Moncil membalas: iya mungkin sinyal doa kita lagi kuat. Seneng banget deh Gone.
Perasaan lega menyeruak memenuhi rongga dada. Saya girang bukan main. Saya mengikuti sesi les hari itu sambil senyumsenyum. Malamnya setelah les, lagilagi Tuhan menjawab doa saya, doa Moncil, doa kami semua, dengan cara yang ajaib. Kali ini sms dari Meltari.
Aku ikut! Dapet freepass all access dari Papa Jesus lewat seniorku yang kasih kabar baik. Tapi 2 hari ini mesti berjibaku dengan segala kerjaan. Doain kelar semua ya. Thank you!
Dua kali! Dua kali doa saya dikabulkan Tuhan. Saya tidak bisa menutupi kegembiraan saya. Bahkan terselip perasaan haru yang mendalam. Airmata saya pun meluncur dengan sukses. Saya menangis di halte depan Pasar Festival yang tentu saja disaksikan oleh banyak orang. Hampir setengah jam saya duduk di halte sambil berlinangan airmata. Saya mensyukuri kebaikan Tuhan, mencecapcecap rasa bahagia, dan mengingat kembali semua peristiwa sejak rapat minggu siang hingga hari itu.
*tulisan ini dipersembahkan untuk temanteman maGis Jakarta 2011 yang sudah berani membuat keputusan :)