Tuesday, September 24, 2013

Ketika Menjadi Kuat adalah Satu-satunya Pilihan

Saya mengenalnya sebagai kakak senior saya di kampus. Saya mengenalnya lewat cerita-cerita sahabat saya yang juga adalah sahabatnya. Saya mengenalnya sedikit lebih jauh lagi sekitar dua tahun lalu, akibat keisengan saya yang nyomblangin dia (dan akhirnya jadian :p) sama salah satu anggota Papermoon Puppet Theatre, kelompok yang saya idolakan. Biasanya kami hanya bertemu saat pentas-pentas Papermoon. Akhir-akhir ini kami memang mulai intensif ngobrol via Whatsapp atau Line.
Kemarin malam kami berjumpa sepulang kantor. Niatnya hanya ingin mengambil titipan barang. Namun dilanjutkan ngobrol ngalor ngidul. Kalau boleh saya menyimpulkan, tema obrolan kami semalam adalah menceritakan kembali kisah-kisah yang ingin dilupakan. Sebelum akhirnya kami benar-benar melupakan kisah kami sendiri, kami ingin membaginya dengan satu sama lain.
Saya terkesan dengan ceritanya. Ia bercerita dengan jujur, tanpa dilebih-lebihkan, tanpa ingin minta dikasihani. Sesekali tampak matanya berkaca-kaca. Ia menceritakan bagaimana perjuangannya saat ayahnya sakit hingga meninggal, bagaimana ia menjadi tulang punggung keluarga, bagaimana ibu serta adik-adiknya pingsan saat ayahnya meninggal, bagaimana ia mengurus sendiri pemakaman dan pengajian untuk ayahnya, bagaimana lelahnya ia hingga suatu malam pernah berdoa meminta kepada Tuhan untuk tidak perlu bangun lagi keesokan harinya, bagaimana ia tidak punya pilihan lain karena menjadi kuat hanyalah satu-satunya pilihan yang ada.
Dia telah berjuang begitu keras untuk ayahnya dan keluarganya. Dan Tuhan memang tidak pernah menguji kita lebih dari kekuatan yang kita miliki. Saat dia benar-benar lelah, semua cobaan mulai diangkat sedikit demi sedikit oleh Tuhan. Dia telah menjaga dan mengurus ayahnya dengan baik. Maka gantian Tuhan yang kini menjaga ayahnya di surga. Saya juga yakin Tuhan juga menjaga dia dan keluarganya di dunia. Kini masa-masa sulit sudah lewat. Dia sudah mulai bisa tersenyum dan membagikan ceritanya.
Lalu mengapa ia ingin melupakan kisah tentang ayahnya? Ini masih berhubungan dengan postingan saya sebelumnya. Kisah yang ingin kami lupakan bukan karena kisah itu buruk. Tapi jika menyimpannya sendirian akan terasa menyakitkan. Maka kami membaginya. To get well and move on.
Saya masih tidak menyangka, di balik tubuhnya yang kecil ternyata ada sosok yang begitu kuat. Di balik senyumnya yang ceria, ia menyimpan duka.
Terima kasih ya Kak Ika Michil karena sudah mau membagikan ceritamu *peluk kenceng*



abis nangis malah yang bengkak pipinya :P

1 kicauan:

lamelcasa said...

terima kasih untuk tulisan ini ya Gon :D

 

(c)2009 racauan si tukang cerita. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger