Tuesday, September 10, 2013

Saat Bosan Menulis, Lebih Baik Meracau Saja

Udah dua bulan blog ini nggak diupdate. Saya terlalu asyik dengan kesibukan baru sampai nggak inget lagi punya blog. Minggu lalu seorang sahabat bertanya: kok racauan si tukang cerita nya gak ada yang baru lagi? Udah males cerita?

Hehehe sejujurnya iya. Kalo mau diperhatikan, nggak cuma blog ini yang jarang diperbaharui isinya, twitter saya pun sepisepi aja. Mungkin karena kesibukan baru saya lebih menyita perhatian.

Sekarang saya kerja di sebuah majalah. Majalah untuk orangtua berkaitan dengan isu pengasuhan anak. Iya, masih nggak jauhjauh dari dunia yang saya suka: anakanak. Dan nggak jauh juga sama jurusan saya semasa kuliah. Mungkin itu sebabnya kerjaan saya yang kali ini dapet restu dari ibu dan bapak. Buat saya kerjaan ini adalah jalan tengah. Saya masih bisa melakukan apa yang saya suka tapi sekaligus tidak membuat bapak ibu murka (ehem, jangan salah! Keinginan jadi guru tetap masih ada, dan akan saya wujudkan suatu hari nanti *pssstt!!! Jangan bilangbilang si ibu ya*).

Kerja di majalah tentu saja sebagian besar waktunya diisi dengan menulis. Menulis artikel untuk majalah, menulis artikel untuk web, menulis content social media, pokoknya menulis menulis menulis. Menulis jadi bagian dari harihari saya, menjadi cara memperoleh gaji, menjadi kewajiban saya. Saya tak lagi menulis untuk melampiaskan rasa marah (atau bahkan galau atau sedih atau senang). Saya tak lagi merasa menulis sebagai sebuah hiburan. Makanya, tak heran si blog ini tak pernah ada isinya, si twitter juga jarang ada kicauannya.

Namun hari ini tibatiba saya rindu meracau di sini. Sejujurnya *uhuk* saya sedang bosan menulis *menunduk malu* (APAAA??KOK BISA?? *zoom in zoom out*) Saya merasa saat mengerjakan edisi Oktober, saya melakukannya setengah hati. Tidak seperti edisiedisi sebelumnya. Di edisi Oktober ini saya punya jatah empat artikel yang deadlinenya berdekatan. Tapi saya baru menyelesaikan satu saja. Itu pun tidak dikerjakan dengan sungguh. Saya menyerahkannya ke mbak editor ketika ditagih (padahal di bulanbulan lalu saya selalu selesai sebelum deadline). Tulisan yang saya berikan hanya demi memenuhi deadline, bukan pekerjaan yang membuat saya puas. Setelah diedit oleh mbak editor pun, saya langsung menyesal. Ah ya ampun, tulisan saya sampah sekali. Mbak editor harus banyak menambal di sana sini. Jangan ditanya bagaimana nasib tiga tulisan saya yang lain. Yang satu sudah pasti ingkar juga dari deadline (efek domino karena tulisan pertama terlambat), yang satu belum saya pindahkan fotofotonya (tulisan tentang review makanan), dan yang satu belum sama sekali saya sentuh bahannya.

Saya belum berhasil menemukan apa yang menyebabkan saya jadi demotivasi begini. Sekarang saya cuma butuh mood charger baru supaya punya motivasi untuk menulis lagi. Doakan sayaaa!!!

0 kicauan:

 

(c)2009 racauan si tukang cerita. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger