Siang ini di inbox gmail saya muncul sebuah email dengan subject: OFFERING LETTER. Mata saya terbelalak tak percaya. Akhirnya.... setelah berbulan-bulan jadi pengangguran, setelah merasa putus asa ga dapet-dapet kerjaan, setelah ngambil kerja serabutan (nulis artikel, nerjemahin, jadi fasilitator retret, dll dsb. PALUGADA alias apa lu minta, gue ada) dengan bayaran yang tersendat, setelah sering deg-degan hidup ke depannya bakal kayak gimana, email ini bagaikan segelas air putih dingin pake es batu di bulan puasa saat adzan maghrib berkumandang.
Desember 2016, sebelum saya berangkat retret, saya sempat mengirimkan lamaran ke sebuah perusahaan media. Waktu itu saya melamar sebagai penulis. Setelah retret selesai di bulan Januari, email lamaran saya berbalas:
"Terima kasih sudah tertarik melamar ke perusahaan kami. Sayang sekali posisi yang kamu lamar baru saja terisi. Namun, kami tertarik dengan CV kamu. Jika suatu saat nanti kami membuka lowongan Social Media Manager, kami akan menghubungi kamu. Apakah kamu bersedia dijadikan salah satu kandidat?"
Ah, sayang sekali. Posisi yang saya incar sudah terisi. Meski sedikit kecewa, saya katakan bahwa saya bersedia menjadi kandidat jika ada lowongan lain.
Setelah itu, entah sudah berapa banyak lamaran yang saya kirim ke berbagai tempat. Ada yang memanggil untuk interview, ada yang bahkan lanjut hingga job test, ada yang sudah sampai nego gaji, namun semua berujung pada hal yang sama: TIDAK ADA LANJUTANNYA.
Kalau kalian pernah baca tulisan saya empat bulan lalu, saya benar-benar merasa terpuruk ketika itu. Merasa tidak kompeten, tidak layak mendapat pekerjaan, Ditambah tuntutan dari keluarga untuk segera mencari pekerjaan baru. Saya putus asa.
Bahkan ketika pengakuan dosa saat masa praPaskah, saya sempat mengatakan kepada Romo Christiono Puspo bahwa saya meragukan Tuhan beneran ada bersama saya dan tak pernah meninggalkan saya. Sulit bagi saya untuk percaya ketika itu kalau Tuhan benar-benar mencintai saya. Meski berulang kali saya mengatakan pada diri saya sendiri (atau menuliskannya di blog atau menceritakannya pada sahabat saya) bahwa segala sesuatu akan indah pada waktuNya, tapi hati saya masih terus meragukan hal itu.
Beberapa yang mengikuti saya di media sosial mungkin melihat sepertinya kehidupan saya bahagia, jalan-jalan terus, makan-makan terus, posting My Monday is Better Than Yours, bahkan pergi dua minggu bersama-sama dengan seorang teman dari Romania ke beberapa kota di Indonesia. Saya pun rasanya masih sulit percaya saya bisa melakukan itu semua. Pergi jalan-jalan itu benar-benar rahmat tersendiri. Ya bayangin aja, lagi pengangguran tapi bisa jalan-jalan, kalau bukan karena kebaikan Tuhan, lalu dari mana lagi? Di tengah-tengah rasa putus asa dan meragukan Tuhan, ternyata justru saya mendapatkan banyak hadiah manis dariNya.
Senin minggu lalu sebuah email masuk. Panggilan interview. Saya coba mengingat-ingat lamaran pekerjaan terakhir yang saya kirim. Menyerah. Akhirnya saya googling nama perusahaannya. Dan ternyata ini adalah perusahaan media yang saya apply di Desember lalu. Selasa saya datang ke kantor untuk interview. Rabu mengerjakan job test. Kamis, HRD meminta scan KTP dan Paspor saya. Lalu, jreng jreng jreng datanglah offering letter hari ini.
Yang bikin saya nggak habis pikir adalah Gusti Allah emang Mahakeren. Desember saya melamar sebagai penulis. Tapi nggak dikasih. Malah saya disuruh jalan-jalan dulu bersama si teman Romania. Lalu sekarang, saya malah dikasih posisi yang lebih baik: jadi editor!!!
Saya baca emailnya berkali-kali. Saya tepuk-tepuk pipi saya. Beneran deh, otak manusia saya masih belum bisa memahami rencana Dia yang begitu besar. Seperti yang sahabat saya bilang: We need to learn to have a childlike trust in Him. Susah emang, tapi namanya juga belajar, wajar kalau masih suka salah-salah.
0 kicauan:
Post a Comment